Selasa, 30 November 2010

TEORI BIROKRASI

Birokrasi dalam Bahasa Inggris disebut sebagai Bureaucracy, berasal dari kata bureau yang berarti meja dan cratein yang berarti kekuasaan. Dengan demikian Bureaucracy dapat diartikan sebagai kekuasaan berada pada orang-orang yang di belakang meja. (Rahman, 2007 : 169).

Selanjutnya Rahman mengutip beberapa definisi para ahli, antara lain Bintoro Tjokroamidjojo yang mengatakan bahwa birokrasi dimaksudkan untuk mengorganisir secara teratur suatu pekerjaan yang harus dilakukan oleh banyak orang. Sedangkan Blau dan Page mengemukakan birokrasi sebagai tipe dari suatu organisasi yang dimaksudkan untuk mencapai tugas-tugas administrative yang besar dengan cara mengkoordinir secara sistematis pekerjaan dari banyak orang. Sementara Ismani mengutip pendapat Mouzelis yang mengemukakan bahwa dalam birokrasi terdapat aturan-aturan yang rasional, struktur organisasi dan proses berdasarkan pengetahuan teknis dan dengan efesiensi yang setinggi-tingginya. Begitu pula dengan Bintoro Tjokroamidjojo yang mengutip pendapat Frits Morstein Marx yang mengemukakan bahwa birokrasi adalah tipe organisasi yang dipergunakan pemerintahan modern untuk pelaksanaan berbagai tugas-tugas yang bersifat spesialisasi, dilaksanakan dalam system administrasi yang khususnya oleh aparatur pemerintahan.

Pendapat yang lain dikemukakan oleh Dwijowijoyo dengan mengutip pendapat Blau dan Meyer yang menjelaskan bahwa birokrasi adalah suatu lembaga yang sangat kuat dengan kemampuan untuk meningkatkan kapasitas-kapasitas potensial terhadap hal-hal yang baik maupun buruk dalam keberadaannya sebagai instrument adminsitrasi rasional yang netral pada skala yang besar. Akhirnya disimpulkan Rahman bahwa birokrasi adalah suatu prosedur yang efektif dan efesien yang didasari oleh teori dan aturan yang berlaku serta memiliki spesialisasi menurut tujuan yang telah ditetapkan oleh organisasi/institusi. (Rahman, 2007 : 169-170).

Dalam buku yang ketiga The Division of Labour in Society (1863/1964), dia menganalisa ikatan-ikatan social pada masyarakat modern. Dalam masyarakat primitif ikatan sosial itu adalah kesadaran kolektif yang disebut solidaritas mekanik. Sedangkan dalam masyarakat modern yang ditandai oleh patologi akibat pembagian kerja yang sangat ketat hampir tidak ditemukan kesadaran kolektif seperti pada masyarakat primitif. Guna menjaga kestabilan masyarakat tidak perlu ada revolusi tetapi hukum-hukum atau norma-norma yang mengatur kehidupan bersama. (Raho, 2007:27).

Selain itu penulis juga melandasi analisa teoritis pada teori Birokrasi yang dicetuskan oleh Max Weber. Weber, dalam analisanya tentang birokrasi, mengemukakan beberapa bentuk wewenang di dalam hubungan kekuasaan. (Kerebungu: 2008 : 142). Ketiga wewenang dimaksud adalah wewenang tradisional yang didasarkan atas tradisi, wewenang karismatik yang didasarkan pada ciri kepribadian pemimpin, dan wewenang rasional yang didasarkan pada prinsip the right man on right place.

Gagasan Birokrasi Weber yang dikutip Tjokroamidjojo dalam Rahman (2007 : 171 – 172) mengemukakan ciri-ciri utama struktur birokrasi dalam tipe idealnya adalah:

  1. Prinsip Pembagian Kerja. Kegiatan-kegiatan regular yang diperlukan untuk mencapai tujuan-tujuan organisasi dibagi dalam cara-cara tertentu sebagai tugas-tugas jabatan. Dengan adanya prinsip pembagian kerja yang jelas ini dimungkinkan pelaksanaan pekerjaan oleh tenaga-tenaga spesialisasi dalam setiap jabatan, sehingga pekerjaan akan dapat dilaksanakan dengan tanggungjawab penuh dan efektif.
  2. Struktur Hierarkis. Pengorganisasian jabatan-jabatan mengikuti prinsip hierarkis, yaitu jabatan yang lebih rendah berada di bawah pengawasan atau pimpinan dari jabatan yang lebih atas. Pejabat yang lebih rendah kedudukannya harus mempertanggungjawabkan setiap keputusannya kepada pejabat atasannya.
  3. Aturan dan Prosedur. Pelaksanaan kegiatan didasarkan pada suatu system peraturan yang konsisten. Sistem standar tersebut dimaksudkan untuk menjamin adanya keseragaman pelaksanaan setiap tugas dan kegiatan tanpa melihat pada jumlah orang yang terlibat di dalamnya.
  4. Prinsip Netral. Pejabat yang ideal dalam suatu birokrasi melaksanakan kewajiban dalam semangat formil non pribadi (formalistic impersonality), artinya tanpa perasaan simpati atau tidak simpati. Dalam prinsip ini, seorang pejabat dalam menjalankan tugas jabatannya terlepas dari pandangan yang bersifat pribadi. Dengan menghilangkan pertimbangan yang bersifat pribadi dalam urusan jabatan, berarti suatu pra kondisi untuk bersikap tidak memihak dan juga untuk efesiensi.
  5. Penempatan Didasarkan Atas Karier. Penempatan kerja seorang pegawai didasarkan pada kualfikasi teknis dan dilindungi terhadap pemberhentian sewenang-wenang. Dalam suatu organisasi birokrasi penempatan kerja seorang pegawai didasarkan atas karier. Ada system promosi, entah atas dasar senioritas atau prestasi atau kedua-duanya. Kebijaksanaan kepegawaian demikian dimaksudkan untuk meningkatkan loyalitas kepada organisasi dan tumbuhnya “semangat korps” (esprit de corps) di antara para anggotanya.
  6. Birokrasi Murni. Pengalaman menunjukkan bahwa tipe birokrasi yang murni dari suatu organisasi administrasi dilihat dari segi teknis akan dapat memenuhi efesiensi tingkat tinggi. Mekanisme birokrasi yang berkembang sepenuhnya akan lebih efesien daripada organisasi yang tidak seperti itu atau yang tidak jelas birokrasinya.

Bahan Bacaan: 
  1. Rahman H.I, 2007, Sistem Politik Indonesia, Penerbit: Graha Ilmu, Yogjakarta
  2. Kerebungu Ferdinan, 2008, Teori Sosial Makro, Penerbit: Wineka Media, Malang




3 komentar: