Minggu, 13 Juni 2010

TEORI TIGA STADIA COMTE

Aguste Comte setelah mengamati dan mempelajari dengan seksama sistem sosial masyarakat Perancis, kemudian ia mengemukakan bahwa masyarakat memiliki intelektual yang berkembang dalam tiga stadium. Stadium pertama disebutkannya adalah "Stadium Theologis". Pada stadium ini, masyarakat memiliki karakteristik militeristik. Manusia yang hidup dalam masyarakat pada tingkatan ini cenderung patuh karena faktor "takut". Ketakutan pada kekuatan-kekuatan yang dianggap diluar batas kemampuan mereka. Ciri yang lain adalah ikatan kekeluargaan masih sangat kental, misalkan hidup bertetangga meskipun tidak berhubungan dari garis keturunan tetapi disatukan oleh sebuah perasaan sebagaimana bersaudara kandung. Perasaan-perasaan mendasar adalah kecintaan dan perssahabatan. Masyarakat yang hidup dalam satuan wilayah tertentu masih bersifat tertutup dan sulit berkembang, percaya tahyul dan menyukai cara-cara produksi tradisional serta condong konservatif dan anti perubahan. Peran para stakeholders sangat krusial guna menggalang partisipasi masyarakat untuk membangun komunitasnya.

Pada stadium kedua, yaitu "Stadium Metafisis", dimana intelektual masyarakat masih mengandung ciri-ciri kehidupan masyarakat pada stadium pertama yang militeristik, tetapi pressure yang dilakukan lebih diarahkan pada aspek pertahanan. Masyarakat berkembang sedikit lebih maju dalam mobilitas yang bersifat institusional. Mulai muncul aturan-aturan baru yang mengubah tatanan lama. Pada tataran tertentu sifat fundamental masyarakat akan mengarah pada rasa nasionalisme dan fanatisme yang tinggi. Aktivitas politik masyarakat cenderung liberal sehingga berimplikasi pada terlepasnya hubungan-hubungan yang telah mengikat lama.

Pada stadium ketiga, yaitu "Stadium Positivis", intelektual masyarakat berkembang dengan tingkat rasionalitas yang memadai untuk mengamati semua fenomena sosial dalam hubungan sebab akibat yang dapat diterangkan secara ilmiah berdasarkan penelitian. Pada stadium positivis inilah masyarakat sudah berada dalam keadaan melonggarnya nilai-nilai solidaritasnya. Tetapi disisi lain kemampuan intelektual setiap warga masyarakat berkembang sangat pesat, persaingan semakin ketat dan implikasi akhirnya terwujudlah masyarakat dengan sejumlah inovasi yang mampu menciptakan tatanan yang sangat kuat sebagai sebuah masyarakat industri. Setiap warga negara yang hidup dalam tahapan perkembangan intelektual yang ketiga ini tidak lagi berorientasi pada negara, tetapi orientasinya menjadi lebih universal untuk kepentingan seluruh umat manusia di dunia. Oleh Comte, pada stadium positivis ini masyarakat akan menemukan tujuan hidupnya yaitu kebahagiaannya.

Bilamana direlevansikan dengan kondisi masyarakat di Indonesia dewasa ini, tengah terjadi dualisme pertumbuhan pada intelektual masyarakatnya baik di kota maupun di desa-desa, maka dapatlah kita petakan masyarakat kita sedang berevolusi dari stadium metafisis ke stadium positivis. Beberapa karakteristik unik yang dapat kita jumpai dalam setiap fenomena sosial. Diantaranya adanya kepercayaan pada hal-hal transenden seperti kesaktian anak kecil yang dihinggapi roh-roh orang yang telah meninggal dan anak-anak yang memiliki kesaktian untuk menyembuhkan orang sakit setelah mendapat wangsit atau kekuatan dari batu yang dicelupkan kedalam air dan seketika mampu menyembuhkan sakit kronis.

Di satu sisi gerakan kaum neoliberal semakin tak terhindarkan dalam era globalisasi dewasa ini. Ketergantungan negara-negara yang sedang berkembang terhadap Bank Dunia maupun lembaga-lembaga keuangan dunia semacam IMF masih saja terjadi sedangkan inovasi-inovasi dalam negeri kurang diperhitungkan. Masyarakat Indonesia bersikap anti terhadap gerakan kaum neoliberal yang mestinya menandai terbangunnya karakteristik neoliberal dan semakin menggerogoti paham kerakyatan. Ada semacam resistensi yang besar di kalangan masyarakat Indonesia tentang konsepsi kerakyatan dan liberalisme yang lebih condong dipandang sebagai ancaman bagi jiwa dan urat nadi bangsa ini.

Tetapi hemat saya dengan berangkat dari pandangan Comte, kita bisa mengetahui bahwa masyarakat Indonesia tengah berada dalam posisi ambivalen yang dapat menghambat perkembangan menuju pada kemaslahatan hidup sebagai umat manusia. Hal inilah yang sangat mengganggu masyarakat untuk menentukan siapa yang hendak dipilih dan dipercayakan untuk memerintah. Hal ini pula yang membuat kita enggan beranjak dari stadium metafisis ke stadium positivis. Masih banyak perilaku masyarakat kita yang menghendaki segala hal dengan mudah dan instan. Masih banyak sekali terjadi korupsi dan sanksi hukum tidak kunjung menjadi jawaban untuk mengeliminirnya.

Menurut saya, satu-satunya jalan yang harus kita lakukan adalah mendorong seluruh elemen bangsa ini untuk meninggalkan cara-cara irrasionil, mulailah dengan melakukan pengkajian yang cermat terhadap semua fenomena dan mulailah terbuka untuk menerima perubahan, berpikir sistematis dan berbicara terbuka melalui teknologi yang tersedia. Pemerintah sekiranya dapat segera memperkuat sistem pendidikan nasional yang berakar pada nilai-nilai kemanusiaan dan rasionalitas berpikir. Para akademisi sekiranya dapat lebih giat menjadi peneliti masalah-masalah sosial dan non sosial untuk menemukan solusi agar masyarakat segera berkembang ke arah yang lebih positif. Semoga artikel ini bermanfaat dan dapat dikritisi.